HOME

Kamis, 12 Agustus 2010

Aplikasi-aplikasi Made in Indonesia

TEMPO Interaktif, Jakarta - Fahma Waluya Rosmansyah menjadi sosok yang unik dalam Indonesia ICT Award 2010 di Jakarta pekan lalu. Dia menjadi juara untuk kategori student project untuk sekolah dasar. Hal ini berkat aplikasi telepon seluler buatannya yang diberi nama Ponsel Ibuku untuk Adikku.

Dari aplikasi Flash Lite Adobe itu, pelajar sekolah dasar ini mengembangkan permainan sekaligus alat belajar. Dari utak-atiknya, Fahma membuat aplikasi huruf, angka, dan warna. Dia pun mengembangkan EnglishForKids dan Doa Muslim di ponsel.

Fahma salah satu pemenang dari lomba yang berlangsung sejak empat tahun lalu itu. Kali ini panitia menilai 626 karya yang diajukan peserta berlatar belakang siswa sekolah dasar hingga profesional. Ada 21 kategori yang dilombakan, antara lain robotic, e-government, e-health, e-business, dan animasi.

Kali ini panitia menambah beberapa kategori, seperti interaktif media, game, musik digital, dan aplikasi untuk ponsel. Aplikasi ponsel menjadi salah satu yang banyak diikuti. "Ini karena operator juga membutuhkan konten atau aplikasi ponsel. Mereka kekurangan konten," ujar wakil koordinator I panitia, Hari S. Sungkari.

Para juara pertama mendapatkan hadiah sebesar Rp 30 juta dan penghargaan. Selain itu, panitia akan memberikan tambahan pelatihan kewirausahaan kepada peserta yang terdaftar selama 6 bulan.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, yang menutup lomba, berharap industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat berkembang pesat. Keyakinan Pak Menteri Hatta didorong oleh kekayaan dan keanekaragaman Indonesia untuk membuat materi atau konten yang unik.

Hatta semestinya tidak berhenti pada wacana. Maklum, selama ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pembantunya kerap memberi pernyataan tentang pentingnya teknologi komunikasi dan informasi serta industri kreatif. Namun, di depan mata, Indonesia terus kebanjiran gadget dan perangkat keras teknologi ini. Untuk perangkat lunak, tak ada produk dalam negeri yang bisa dibanggakan.

Padahal sejumlah negara di Asia sudah berada di jalur cepat. Sebut misalnya Korea Selatan, Taiwan, India, dan Cina.

Bahkan Bangalore di India telah mengungguli Lembah Silikon, Amerika Serikat, dalam hal jumlah profesional TIK. Lembah silikon India memiliki 150 ribu ketimbang 120 ribu profesional TIK di California.

Kota Bangalore menjadi lokasi favorit perusahaan multinasional yang mensubkontrakkan pekerjaan. Termasuk General Electric, yang menanamkan US$ 80 juta untuk membangun pusat penelitian dan pengembangannya di Bangalore dan mempekerjakan 1.600 tenaga lokal.

Fahma Waluya dan pemenang ICT Award sudah menunjukkan kualitas manusia Indonesia. Tugas pemerintah mensinergikan dunia bisnis dan akademisi sehingga produk teknologi dan komunikasi buatan Indonesia menguasai pasar dalam dan luar negeri. Meminjam bahasa Fahma, teknologi itu untuk bangsaku.

Tidak ada komentar: